Example 160x600
Example 160x600
News

Islamic Philanthropy Outlook 2024: Tantangan Lembaga Zakat Menjaga Kepercayaan

×

Islamic Philanthropy Outlook 2024: Tantangan Lembaga Zakat Menjaga Kepercayaan

Sebarkan artikel ini
STEI  SEBI melalui lembaga SEBI Islamic Business and Islamic Research Center (SIBERC) bersama dengan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) unit Akademizi menyelenggarakan agenda pembuka tahun Islamic Philanthropy Outlook 2024 dengan tema “Societal Trust: Raising or Falling Down”., di Jakarta, Rabu  (3/1/2024). (Foto: Dok STEI SEBI)
Example 468x60

Khatulistiwahits.com, Jakarta– Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI melalui lembaga SEBI Islamic Business and Islamic Research Center (SIBERC) bersama dengan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) unit Akademizi menyelenggarakan agenda pembuka tahun Islamic Philanthropy Outlook 2024 dengan tema “Societal Trust: Raising or Falling Down”. Agenda ini dilaksanakan secara hybrid di Ruang Media Center Lantai 2 Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Rabu, 3 Januari 2024.

Islamic Philanthropy Outlook (IPO) 2024 adalah kali kedua dilaksanakan dengan menghadirkan berbagai narasumber dari kalangan akademisi dan praktisi. IPO 2024 diselenggarakan sebagai upaya menghadapi tantangan signifikan dalam memperkuat reputasi lembaga filantropi Islam di Indonesia. Pasca kejadian ACT yang lalu, diharapkan lembaga filantropi Islam dapat kembali diakui mengingat Indonesia telah enam tahun berturut-turut menjadi negara paling dermawan di dunia. Selain itu, tragedi kemanusiaan di Palestina dapat menjadi pendorong kebangkitan lembaga filantropi Islam.

Agenda ini menghadirkan berbagai tokoh sebagai pengisi acara. Diawali dengan pengisi sambutan Sigit Pramono, Ph. D., CA., CPA (ketua STEI SEBI) dan Wildan Dewayana Rosyada, M Si (direktur utama Laznas  IZI).  Keynote Speech disampaikan oleh Prof. Dr. H. Waryono Abdul Ghofur selaku direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama RI). Juga  ada enam narasumber, yaitu:  Dr.  Adril Hakim., ST., MM (ketua LPPM STEI SEBI), Nana Sudiana, SIP., MM (direktur Akademizi Laznas  IZI), Rizaluddin Kurniawan, S. Ag., M. Si (pimpinan Baznas RI Bidang Pengumpulan), Prof. Dr. Nurul Huda, SE., MM., M. Si (komisioner BWI dan ketua LSP BWI, Dr. Ahmad Syauqi, SH., M. Hum., CLA., C. Med (kepala Subdirektorat Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat, Kemenag), Dr. Ahmad Juwaini (direktur Keuangan Sosial Syariah, KNEKS), dan Citra Widuri, ST (ketua Bidang IV Inovasi FOZ & direktur Wakaf LAZNAS LMI).

Islamic Philanthropy Outlook 2024 diikuti lebih dari 500 peserta yang terdiri dari berbagai perwakilan lembaga zakat dan wakaf di seluruh Indonesia. Selain itu, peserta juga berasal dari kalangan akademisi di berbagai perguruan tinggi Indonesia. Peserta mayoritas mengikuti melalui Zoom Meeting dan Live You Tube serta sebagian kecilnya mengikuti secara offline. Diharapkan Islamic Philanthropy Outlook 2024 dapat menjadi pendorong bagi para pegiat filantropi Islam untuk memahami dengan risiko reputasi agar dapat meningkatkan kepercayaan di masyarakat.

Menjaga Kepercayaan

Forum Zakat (FOZ) melalui Citra Widuri, ST sebagai ketua Bidang IV Inovasi FOZ Menyampaikan bahwa OPZ memiliki problem tentang kepercayaan, yang tidak stabil, bisa naik atau turun. Zakat sebenarnya memiliki dua fungsi utama, yakni sebagai public finance dan sosial finance. Bisa jadi pendekatan terhadap dua fungsi ini menggunakan metode yang berbeda.  Untuk itu, ini adalah sebuah ruang bahasan yang bisa kita jadikan bahan diskusi menarik.

“Tantangan gerakan zakat dalam aspek kepercayaan publik ini mencakup regulasi, tata kelola, kapasitas amil dan lembaga, serta faktor eksternal. Target pengumpulan zakat seharusnya tidak dengan melihat jumlah masyarakat dan potensinya, tetapi berdasarkan lembaganya itu sendiri, berapa amil yang kompeten di dalamnya, seperti apa manajemennya dan lain sebagainya. Untuk itu, usulan terhadap OPZ adalah harus meningkatkan kapasitas OPZ itu sendiri melalui edukasi kesadaran OPZ dan amil terhadap manajemen risiko, peningkatan kompetensi lembaga dan amil, sertifikasi dan juga advokasi,” papar Citra.

Pimpinan Baznas RI Bidang Pengumpulan, Rizaludin Kurniawan, S. Ag. M Si juga turut hadir dan menyampaikan bahwa pada tahun 2024 ini kita akan ada perlambatan pertumbuhan ekonomi. Di mana, sebelumnya dari 3,5 persen di tahun 2022 menjadi 3.0 persen pada tahun 2023 dan diperkirakan tahun 2024 hanya di angka 2,9 persen saja. Para ekonom juga memperingatkan bahwa prospek ekonomi dapat menghambat kemajuan menuju tujuan pembangunan berkelanjutan. Sebanyak 74% mengatakan ketegangan geopolitik memiliki pengaruh atas proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut.

“Menuju pada pangsa ekonomi syariah, Indonesia menempati peringkat kedua pada kategori makanan halal, peringkat ketiga pada kategori pakaian halal, serta di peringkat enam dan tujuh pada kategori media & rekreasi, dan keuangan syariah. Selain itu, juga ada peningkatan pendaftaran pengelolaan zakat terutama provinsi dan kota, ini menjadi alat ukur kesadaran regulasi atau bentuk ingin meraih kepercayaan publik dalam konteks perizinan. Simba sebagai ekosistem yang menarik karena meng-gratiskan website Baznas  RI untuk digunakan oleh Baznas  daerah. Setidaknya sudah terdapat 176 pengguna aktif yaitu 28%, terdiri dari 20 Ba Provinsi dan 151 Baznas  Kabupaten/Kota, serta 5 LAZ,” kata   Rizal.

Prof. Dr. Nurul Huda, SE., MM., M. Si selaku komisioner BWI mengemukakan beberapa tanggapan mengenai Policy Brief telah dibuat oleh SIBERC dan Akademizi. Ia menyampaikan bahwa ketika berbicara tentang filantropi Islam, tidak hanya zakat yang perlu dibahas, tetapi juga wakaf yang memiliki urgensi tinggi untuk dikaji. Ada lima poin penting dalam wakaf yang perlu diperbaiki, yakni kelembagaan badan wakaf yang harus dikelola dengan baik dengan memperkaya dimensi nazhir, regulasi yang dapat menaungi kebutuhan wakaf secara kompleks, produk wakaf yang dikelola oleh nazhir yang kompeten, digitalisasi, dan upaya peningkatan indeks wakaf.

Prof. Nurul menekankan bahwa seorang nazhir saat ini tidak hanya perlu mendapatkan sertifikasi nazhir, tetapi juga harus menjadi manajer investasi yang handal serta memiliki kompetensi dalam pengembangan produk. Beliau juga mencatat dua indikator terakhir, yaitu digitalisasi dan peningkatan indeks wakaf.

Turut hadir pula Dr. Ahmad Syauqi, SH., M. Hum., CLA., C. Med selaku kepala Subdirektorat Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat, Kemenag. Ia  memulai paparannya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pokok yang esensial untuk pemahaman dalam pengelolaan zakat, seperti “Siapa yang seharusnya menjadi subjek zakat menurut undang-undang?”, “Apakah kewajiban zakat otomatis terpenuhi saat sebagian gaji PNS diambil dan dibayarkan zakat?”, dan “Di manakah kewenangan yang bertindak dalam pengelolaan zakat?”

Dalam penyajian hasil audit lembaga zakat pada tahun 2023, Ahmad Syauqi menyoroti beberapa permasalahan nyata yang perlu diselesaikan. Pertama, renstra hanya dibuat sebagai formalitas tanpa fokus pada pengembangan lembaga amil zakat dari waktu ke waktu. Kedua, latar pendidikan amil tidak sesuai dengan keilmuan zakat. Ketiga, lembaga amil zakat menggunakan mitra seperti bank yang bukan bank syariah. Selain itu, terdapat masalah terkait asnaf zakat yang tidak sesuai dengan kriteria Al Quran.

“Lembaga zakat memiliki kewajiban yang tercatat dalam undang-undang. Hal ini mencakup kewajiban untuk melakukan audit baik internal maupun eksternal sebagai upaya menjaga dan memperkuat kepercayaan publik. Selain itu, lembaga zakat juga wajib melakukan akreditasi untuk memastikan bahwa lembaga yang telah mendapatkan izin tetap memiliki kapabilitas sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dalam Renstra lembaga zakat tahun 2024, fokus utama adalah pengentasan isu kemiskinan. Pentingnya memberikan bukti nyata bahwa zakat benar-benar berdampak dalam pengentasan kemiskinan menjadi sorotan utama,” tutur Syauqi.

Datang pula dari Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Dr. Ahmad Juwaini selaku direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS. Beliau mengidentifikasi sejumlah tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga filantropi Islam dalam waktu dekat, terutama dalam konteks periode politik.

“Lembaga filantropi Islam perlu meningkatkan kewaspadaan dan pengembangan strategi mitigasi risiko oleh lembaga filantropi tersebut. Beberapa tantangan yang dibahas melibatkan kemungkinan penurunan dukungan keuangan dari sumber-sumber non-zakat, seperti infak dan sedekah, akibat perubahan preferensi masyarakat terhadap tempat menyalurkan zakat,” tutur Juwaini.

Ia juga mengemukakan kemungkinan peningkatan kontribusi masyarakat pada partai politik dan calon, serta potensi penyalahgunaan dana zakat untuk mendukung agenda electoral. Tidak hanya itu, lembaga filantropi juga dihadapkan pada risiko penyaluran zakat yang tidak merata, di mana dikhawatirkan hanya disalurkan kepada simpatisan partai politik dan calon tertentu. Selain itu, potensi perubahan kebijakan zakat yang mungkin terjadi seiring dengan pergantian pemerintahan juga menjadi salah satu fokus perhatian.

Maka dari itu, Ahmad Juwaini menekankan perlunya kesiapan dan penguatan integritas oleh lembaga filantropi Islam. Hal ini diperlukan agar lembaga tersebut mampu menjaga kesejahteraan umat, serta dapat beradaptasi dengan dinamika politik yang mungkin mempengaruhi kebijakan zakat karena perubahan kepemimpinan.