Example 160x600
Example 160x600
Pendidikan

Kesehatan Mental di Pusaran Teknologi: Memahami Dampak Era Digital

×

Kesehatan Mental di Pusaran Teknologi: Memahami Dampak Era Digital

Sebarkan artikel ini
kesehatan mental
Example 468x60

KhatulistiwaHits, Pontianak — Di Pontianak, seperti halnya di belahan dunia lain, kita menyaksikan sebuah transformasi fundamental dalam cara kita hidup, berinteraksi, dan bahkan berpikir. Transformasi ini dipicu oleh pesatnya perkembangan teknologi digital, khususnya internet dan media sosial. Era di mana gawai menjadi perpanjangan tangan kita, dan notifikasi menjadi melodi latar kehidupan sehari-hari, membawa serta dampak signifikan pada kesehatan mental masyarakat lintas generasi.

Dahulu kala, interaksi sosial terjadi secara fisik, tatap muka, dengan batasan ruang dan waktu yang jelas. Kini, layar menjadi jendela kita ke dunia, menawarkan konektivitas tanpa batas. Kita bisa terhubung dengan siapa saja, kapan saja, di mana saja. Platform seperti Instagram, TikTok, dan X telah menjadi wadah ekspresi diri, sumber informasi, dan bahkan alat untuk membangun komunitas daring. Kemampuan untuk berbagi pengalaman, mencari dukungan, dan menyuarakan pendapat secara luas adalah salah satu sisi positif yang tak terbantahkan dari revolusi digital ini.

Ketika Koneksi Digital Mengganggu Kesehatan Mental

Namun, di balik gemerlap konektivitas ini, tersembunyi pula tantangan yang tak kalah besar bagi kesehatan mental. Salah satu isu paling menonjol adalah fenomena perbandingan sosial yang intens. Melalui media sosial, kita terus-menerus terpapar pada “sorotan terbaik” kehidupan orang lain: liburan impian, pencapaian karier, penampilan fisik yang nyaris sempurna, atau kebahagiaan yang dipamerkan. Realitas yang terkurasi dan seringkali terdistorsi ini dapat memicu perasaan tidak mampu, kecemasan, dan bahkan depresi.

Kita mungkin tanpa sadar membandingkan kekurangan diri dengan kelebihan orang lain, padahal yang kita lihat hanyalah representasi yang telah disaring. Filter dan fitur edit yang mudah diakses semakin mengaburkan batas antara keaslian dan ilusi, menciptakan tekanan tak langsung untuk mencapai standar yang tidak realistis.

Aspek lain yang patut diwaspadai adalah sifat instan dan adiktif dari teknologi. Algoritma media sosial dirancang untuk memaksimalkan waktu kita di aplikasi, menciptakan siklus umpan balik yang memicu pelepasan dopamin. Hal ini dapat mengarah pada ketergantungan digital, di mana kita merasa terdorong untuk terus-menerus memeriksa gawai, mengorbankan kualitas tidur, konsentrasi, dan waktu untuk aktivitas luring yang lebih bermakna. Tekanan untuk “selalu aktif” dan merespons dengan cepat juga dapat menyebabkan kelelahan mental dan kesulitan dalam menetapkan batasan pribadi yang sehat.

Baca juga: Bahaya Brainrot dan Peran Pendidikan dalam Menyelamatkan Generasi Digital

Tidak hanya itu, ancaman siberbully dan disinformasi juga tumbuh subur di ranah digital. Anonimitas daring terkadang memberanikan individu untuk melontarkan komentar negatif, ujaran kebencian, atau bahkan ancaman, tanpa konsekuensi langsung yang terlihat. Paparan terhadap konten negatif atau berita palsu yang masif juga dapat memicu stres, ketidakpastian, dan kecurigaan, mengikis rasa aman dan kepercayaan.

Menghadapi tantangan ini, penting bagi kita semua, tanpa memandang usia, untuk meningkatkan literasi digital dan kesadaran akan dampak teknologi. Ini mencakup pemahaman tentang pentingnya detoks digital secara berkala, membangun batasan yang jelas dalam penggunaan gawai, dan mengembangkan keterampilan untuk memverifikasi informasi. Mendorong interaksi sosial di dunia nyata, memupuk hobi luring, dan mencari dukungan profesional ketika dibutuhkan adalah langkah-langkah krusial.

Peran penting bagi institusi pendidikan seperti Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI) Kampus Pontianak, salah satu perguruan tinggi yang berbasiskan teknologi, untuk meningkatkan literasi digital dan kesadaran akan dampak teknologi. Edukasi tentang pentingnya detoks digital secara berkala, membangun batasan yang sehat dalam penggunaan gawai, dan memverifikasi informasi adalah langkah awal yang krusial. Selain itu, mendukung pengembangan keterampilan resiliensi dan mendorong interaksi sosial di dunia nyata sangatlah penting.(SHZ)

Oleh: Ir. Eri Bayu Pratama, Dosen UBSI Kampus Pontianak