KhatulistiwaHits, Palembang – Sebuah diskusi hukum yang menggugah digelar di Harper Hotel, Sumetera Selatan, Palembang, Kamis (22/8) dalam acara Focus Group Discussion (FGD) terkait Boedel Afwezigheid. Acara yang diselenggarakan oleh Balai Harta Peninggalan Jakarta (BHP Jakarta) ini mengejutkan banyak pihak dengan pembahasan mendalam tentang perlindungan hukum bagi pemohon Afwezigheid, terutama terkait putusan dan penetapan dari Pengadilan Negeri.
Acara yang dihadiri oleh berbagai tokoh penting di bidang hukum ini diawali dengan registrasi pada pagi hari, dilanjutkan dengan pembukaan yang resmi. Peserta dihibur dengan lantunan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mars Kemenkumham, diikuti oleh tarian selamat datang yang memperkenalkan kehangatan budaya Palembang.
Kepala BHP Jakarta Amien Fajar Ocham, dalam laporannya, menekankan pentingnya sinergi antara instansi pemerintah dan penegak hukum dalam memastikan bahwa setiap keputusan pengadilan mengenai Afwezigheid dijalankan dengan adil dan tepat.
“Pada kesempatan ini, perkenankan kami menyampaikan Laporan Penyelenggaraan kegiatan Focus Group Discussion terkait Boedel Afwezigheid dengan tema Perlindungan Hukum Bagi Pemohon Afwezigheid Berdasarkan Putusan/Penetapan Pengadilan Negeri,” ujarnya, Kamis (22/8).
Ia menyebutkan, ada 6 (enam) dasar kegiatan FGD kali ini, antara lain Kitab Undang Undang Hukum Perdata; UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria; UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan; Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan; Penetapan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 618/Pen.Pdt.P/1986/PN.Plg tanggal 8 Oktober 1986; dan DIPA BHP Jakarta Tahun Anggaran 2024 Nomor: SP DIPA-013.03-0/2024 tanggal 24 November 2023.
Sambutan hangat juga disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan Ilham Djaya serta Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta R. Andika Dwi Prasetya yang juga secara resmi membuka acara tersebut.
Ilham mengatakan, membaca ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terkait tugas dan fungsi Balai Harta Peninggalan, ternyata memikul beban dan tanggung jawab yang berat, mengingat pekerjaan BHP adalah mewakili orang yang tidak dapat mengurus kepentingannya sendiri dikarenakan suatu keadaan tertentu, ataupun dikarenakan adanya penetapan/putusan pengadilan, terutama dalam bidang keperdataan/harta benda.
“Tentu ini merupakan bahasan yang menarik bagi kita semua, mengingat kasus tentang orang yang meninggalkan kediaman tanpa kabar atau pergi tanpa jejak, mungkin terjadi dalam kehidupan masyarakat, termasuk di provinsi Sumetera Selatan,” katanya dalam sambutan, Kamis (22/8).
Dilain sisi, Andika, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta, menegaskan bahwa kewenagan BHP Jakarta dalam bertugas meliputi 8 (delapan) provinsi sebagai wilayah kerja yaitu Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat. Oleh karena itu sangat beralasan ketika kegiatan FGD pada hari ini dilaksanakan di kota Palembang.
“Kami berharap semoga FGD ini memberikan wawasan kepada kita semua yang hadir, bahwa BHP dapat menjadi satu solusi hukum bagi pihak yang berkepentingan dengan seseorang, namun tidak diketahui keberadaan orang tersebut atau dalam keadaan tidak hadir, maka dapat memohon kepada pengadilan untuk memerintahkan BHP mewakili,” pungkasnya dalam sambutan, Kamis (22/8).
Sesi yang paling dinanti yakni menampilkan diskusi intensif yang dipandu oleh narasumber dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM yang diwakili oleh M. Ardiningrat Hidayat selaku Kurator Keperdataan Ahli Madya, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang yang diwakili oleh Muhammad Syahri Ramadhan selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Kantor BPN Sumatera Selatan yang diwakili Jumadil Nurasmara selaku Penata Pertanahan Muda Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Selatan, Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Palembang yang diwakili oleh Sangkot Lumbantobing selaku Hakim, dan Kepala BHP Jakarta Amien Fajar Ocham. Masing-masing narasumber mengulas tantangan dan solusi terkait penerapan hukum dalam kasus-kasus afwezigheid, yang sering kali diwarnai dengan kompleksitas administratif dan hukum.
Ardiningrat mengatakan, Ditjen AHU memiliki korelasi hubungan kerja dengan BHP, antara lain terkait Pengadilan Agama/Negeri/Niaga, Badan Pertanahan Nasional/Kantor Pertanahan, Kejaksaan, Badan Pemeriksa Keuangan, Dinas-Dinas Pemerintah Daerah, Camat/Lurah/Kepala Daerah, Notaris/PPAT, Penilai Publik, dan Perbankan/Lembaga Jasa Keuangan.
Sementara itu, Syahri dalam materinya tentang Kedudukan Pemohon Afwezigheid Ditinjau Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, bilang “perlindungan hukum harus memenuhi unsur-unsur perlindungan dari pemerintah untuk masyarakat, pemberian jaminan kepastian hukum dari pemerintah, berhubungan dengan hak-hak warga negara, dan adanya sanksi atau hukuman bagi yang melanggarnya,” tuturnya.
Dalam diskusi ini, Sangkot membahas tentang Kedudukan Pengadilan Negeri Palembang dalam Perlindungan Bagi Pemohon Afwezigheid. Ia menjelaskan ada beberapa perkara yang tidak boleh dilakukan melalui permohonan, salah satunya permohonan untuk menetapkan status keahliwarisan seseorang, status keahlian warisan ditentukan dalam suatu gugatan.
Tidak selesai di sana, diskusi ini berkembang dan dilanjuti oleh Kantor BPN Sumatera Selatan yang diwakili Jumadil Nurasmara selaku Penata Pertanahan Muda Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Selatan. Ia bilang “Pengertian Pendaftaran Tanah menurut PP 24 Tahun 1997 Pasal 1 Ayat 1, di mana rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis”.
Lanjutnya, data tersebut dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya badan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Terakhir, Kepala BHP Jakarta Amien Fajar Ocham yang diwakili oleh Henry Sulaiman, memaparkan bahwa harta peninggalan yang dimaksud bukan merupakan harta peninggalan seperrti benda-benda kuno seperti keris dan semacamnya.
“Adanya frasa “harta peninggalan” membuat masyarakat membayangkan wujud dari Balai Harta Peninggalan sebagai sebuah museum tempat penyimpanan barang-barang bersejarah atau benda pusaka,” tandasnya.
Tak hanya sekadar diskusi, acara ini juga membuka ruang bagi peserta untuk bertanya dan mengemukakan pandangan mereka, menciptakan suasana diskusi yang hidup dan interaktif. Salah satu isu yang mencuat adalah kesenjangan antara teori hukum dan penerapannya di lapangan, yang kerap kali membingungkan para pemohon dan bahkan para penegak hukum.
Acara ini menegaskan komitmen BHP Jakarta dalam melindungi hak-hak hukum masyarakat, terutama mereka yang berada dalam situasi rentan seperti pemohon Afwezigheid. Dengan adanya FGD ini, diharapkan pemahaman dan pelaksanaan hukum terkait Afwezigheid dapat ditingkatkan, memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.