Khatulistiwahits–Suku Bugis adalah salah satu suku yang terbanyak dan mendominasi jumlah penduduk di Pulau Sulawesi. Suku Bugis berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan dan mayoritasnya beragama Islam.
Suku Bugis adalah suku yang tergolong dalam suku-suku Deutero Melayu. Mereka masuk ke Asia setelah adanya gelombang migrasi pertama dari daratan Asia, tepatnya Yunan. Kata Bugis berasal dari kata To Ugi yang berarti orang Bugis. Suku Bugis memiliki kekhasan dan budaya serta peradaban yang berbeda dengan wilayah maupun bangsa lainnya.
Suku yang penduduknya tersebar di Kota Makassar, Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, Barru, dan lainnya, punya adat istiadat dan budaya yang masih dijaga dan dilestarikan.
5 Tradisi Unik Suku Bugis Terus Lestari Hingga Kini
Dilansir dari berbagai sumber, berikut beberapa tradisi unik yang dilakukan orang Suku Bugis.
1. Massallo Kawali
Atraksi budaya dari tanah Bugis yang berasal dari Kabupaten Bone adalah Massallo Kawali yaitu permainan asing-asing/gobak sodor menggunakan kawali atau badik. Sebelum melakukan atraksi, mereka melakukan ritual-ritual khusus untuk menghindarkan peserta atau penonton dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Atraksi ini juga menyimbolkan semangat para pemuda Bugis untuk melindungi atau mempertahankan harga diri dan tanah kelahiran dari rongrongan musuh atau penjajah.
2. Tarian Maggiri atau Mabbissu
Tarian Maggiri merupakan tarian yang dipertunjukkan oleh seseorang atau beberapa orang Bissu. Bissu merupakan seorang wanita pria (waria) dalam kepercayaan Bugis yang dipercayakan menjadi penghubung antara dewa langit dengan manusia biasa.
Bissu dikenal sebagaimana kaum pendeta yang tidak mempunyai golongan gender dalam kepercayaan tradisional Tolotang yang dianut oleh masyarakat Amparita Sidrap, Bugis di Sulawesi Selatan.
Golongan Bissu dari suku Bugis ini berjenis kelamin laki-laki, namun sifat dan karakternya seperti seorang perempuan. Perempuan dalam bahasa Bugis Bone sering disebut Calabai (Laki-laki yang berpenampilan seperti layaknya perempuan) mereka tidak mengenal kawin atau menikah. Calabai berarti seorang laki-laki yang bertingkah laku seperti perempuan itulah Bissu dalam budaya Bugis.
3. Angngaru
Pada catatan sejarah, Angngaru merupakan ikrar kesetiaan rakyat atau prajurit kepada raja yang bersifat pemimpin. Raja yang bersifat pengayom disenangi rakyatnya, saat genderang perang ditabuh oleh sang raja, makarya serta merta menyodorkan diri dan rela mengorbankan jiwa raganya untuk tunaikan titah sang raja.
Angngaru ini biasanya dilakukan pada saat penyambutan tamu dan pesta adat seperti pernikahan dan pesta adat lainnya yang bersifat ceremoni. Angngaru berasal dari kata dasar aru, yang artinya adalah sumpah. Jika diartikan, angngaru merupakan ikrar yang diucapkan orang – orang Gowa pada jaman dulu. Tradisi ini biasanya diucapkan oleh abdi raja kepada rajanya, atau sebaliknya, oleh raja kepada rakyatnya.
Sebagai syair tua yang didalamnya terdapat makna filosofi diantaranya prinsip kesungguhan, kerelaan, keihklasan, patriotisme, pantang menyerah, dan pengabdi yang dapat dipercaya serta amanah pada tanggungjawab dalam setiap gubahan syairnya. Aru’ juga diyakini mengandung nilai spiritual, dalam artian Aru’ harus diungkapkan dan dilaksanakan dengan jiwa yang sungguh-sungguh.
4. Mappalette Bola
Biasanya saat orang akan pindah, rumah mereka akan disibukkan dengan mengemasi barang untuk memindahkannya ke rumah yang baru dari rumah lama. Kegiatan tersebut tidak terjadi pada masyarakat Bugis. Mereka memiliki tradisi sendiri dalam pindahan rumah yaitu melibatkan puluhan bahkan ratusan warga kampung untuk membantu memindahkan rumah ke lokasi yang baru.
Biasanya tradisi mappalette bola dilakukan jika ada salah satu masyarakat yang ingin pindah dan menjual rumahnya tapi tidak dengan tanahnya. Rumah yang dipindahkan pun buka rumah sembaragan, yakni rumah adat panggung yang terbuat dari kayu ciri khas masyarakat Sulawesi.
Baca Juga: Hari Jadi Kota Pontianak ke-252, “Pontianak Bersinar”
Kerangka rumah biasanya menggunakan tiang dan balok yang dirangkai tanpa menggunakan paku. Serta dengan bentuk bagunan persegi empat yang dibuat memanjang ke arah belakang. Sementara tiang-tiang rumah ada yang ditancapkan ke dalam tanah dan yang lainnya diletakkan di atas batu dengan keseimbangan.
5. Sigajang Leleng Lupa
Merupakan tradisi yang dijalani kaum lelaki Bugis saat menyelesaikan masalah. Tradisi tersebut berupa pertarungan antara dua laki-laki, namun dilakukan di dalam sarung. Tradisi ini dilakukan pada masa Kerajaan Bugis dahulu dan merupakan upaya terakhir menyelesaikan suatu masalah adat.
Walaupun nyawa menjadi taruhannya, Suku Bugis tetap memiliki cara-cara khusus untuk menyelesaikan permasalahan dengan bijak. Sebagaimana dalam pepatah Bugis Makassar, “ketika badik telah keluar dari sarungnya pantang diselip di pinggang sebelum terpejam di tubuh lawan.”
Makna filosofinya mengingatkan Agar suatu masalah selalu dicari solusi terbaik, hal ini biasanya dilakukan dengan musyawarah melibatkan dua belah pihak bermasalah serta dewan adat.(KH**)